Thursday, September 15, 2016

Berani bersikap Idealis ?

Apa yang menjadi impian terbesarmu? Kehidupan seperti apa yang kamu idam-idamkan untuk terjadi?

Sebagai seorang yang kerap diberi label “terlalu idealis” oleh sebagian rekan-rekanku, aku memiliki dunia impianku sendiri. Dibesarkan dalam keluarga Tionghoa yang masih memegang tradisi cukup kuat, membuatku berpikir bahwa kesuksesan dapat diukur dari seberapa banyak uang yang telah kuhasilkan, pendidikan dan karir yang baik, keluarga yang harmonis, dan hal-hal Indah lainnya. Itulah menurutku kehidupan yang ideal bagiku. Bahkan terkadang idealismeku sendiri yang membuatku justru menjalani hidup lebih berat dari yang seharusnya.

Berbicara tentang idealisme membuatku teringat sebagian lirik dari lagu “Imagine” dari John Lennon:
Imagine there's no countries
It isn't hard to do
Nothing to kill or die for
And no religion, too
Imagine all the people
Living life in peace... You...

Rasanya memang lebih mudah mengimajinasikannya dibanding menghidupi pandangan idealis tersebut. Mungkin bagi seorang John Lennon, itulah dunia yang diimpikannya, idealisme yang diusungnya.

Jika idealisme hanya memberatkan hidup, apakah sebenarnya kita perlu menjadi orang yang idealis? Bagaimana pandangan kekristenan terhadap hal tersebut?

Dalam perenunganku akan hal ini, aku menemukan beberapa hal yang membantuku melihat idealisme dari sudut pandang yang berbeda, bukan sekedar hal yang memberatkan namun penting tapi lebih dari itu.

Dalam ‘idealisme’ terkandung kata ‘idea’, pada dasarnya idealisme itu sendiri adalah sebuah ide. Ide mengenai sebuah perubahan, terlepas dari baik buruknya perubahan tersebut. Perubahan itu sendiri bisa terjadi karena ketidakpuasan terhadap situasi kondisi yang sedang berlangsung, ada ‘kesalahan’ di dalamnya yang perlu diperbaiki. Namun perlu diingat bahwa idealisme juga membutuhkan realisme sebagai tim kerja. Kesalahan umum yang sering dilakukan –khususnya olehku- adalah kita hanya mengembangkan sikap idealis yang mengakibatkan angan-angan kita melambung terlalu tinggi, melupakan bahwa angan kita pun membutuhkan tempat berpijak untuk dapat direalisasikan.

Itulah mengapa diperlukan sikap realistik, untuk menolong kita memahami kondisi riil di lapangan. Sementara sikap idealis diperlukan untuk mengidentifikasi masalah atau kekurangan yang ada serta untuk memperbaiki dan menyempurnakannya.

Jadi pada prakteknya, sikap idealis dan realistis tidak saling berkontradiktif tetapi keduanya harus berjalan selaras agar hasilnya nanti tidak berat sebelah dan tepat sasaran. Idealisme memerlukan keberanian untuk dapat diwujudnyatakan. Tetapi terkadang kita sulit membedakan mana yang memang keberanian dan mana yang hanya kesombongan belaka untuk mempertahankan gengsi.

Lantas keberanian apa saja yang diperlukan untuk mempraktekan idealisme dengan benar?

1.       Berani berserah
Bagi aku sendiri, berani yang dimaksud disini salah satunya adalah berani berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Kita berani melakukan perubahan karena kita tahu bahwa apa yang kita lakukan adalah benar dan berkenan kepada Tuhan. Bahwa Tuhan sendirilah yang akan menjadi hakim dan pembela bagi kita nantinya. Oleh karena itu, kita pun perlu mengecek apakah pandangan idealisme kita sudah selaras dan sejalan dengan Firman Tuhan. Berdoa meminta hikmat pada Tuhan agar kita dapat peka mengidentifikasi hal tersebut adalah suatu hal yang mutlak untuk dilakukan. Sebab sia-sialah apa yang kita pertahankan untuk dilakukan jika hal tersebut menentang kehendak Tuhan. Percuma kita memaksa berjalan jika ujungnya hanya salah arah. Seperti yang tertuang dalam Amsal 16:9, Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya. 

2.       Berani bertanya
Don’t assume, just ask.”
Baru-baru ini aku mendapatkan slogan tersebut saat mengikuti pelatihan soft-skill dari kantorku. Sebelumnya, para peserta diminta untuk mengikuti tes sederhana untuk menilai apakah kita lebih sering menyimpulkan dengan berasumsi ketimbang mencerna informasi yang diterima sebelum menarik kesimpulan tentang suatu hal. Dan alangkah terkejutnya aku mendapati bahwa ternyata aku adalah orang yang asumtif. Kejadian ini mengingatkan aku untuk lebih belajar menggali informasi lebih dalam, bertanya sebelum menyimpulkan sesuatu. Benteng idealismeku kerap kali membuat aku berasumsi terhadap orang lain, bahwa pemikiran mereka tidak se-ideal milikku. Aku lupa menempatkan posisi di posisi mereka, melihat dari sudut pandang mereka. Idealisme seharusnya dapat bersifat dinamis dan global agar perubahan yang akan dilakukan bersifat menyeluruh dan membangun seluruh aspek yang dibutuhkan bukan hanya terfokus dengan diri sendiri.

3.       Berani Menerima untuk merelakan
Sebelum kita dapat melemparkan bola basket ke ring, kita harus terlebih dulu menerima operannya, menangkap bola tersebut. Demikian juga saat idealisme kita harus runtuh atau orang lain tidak bisa mengikuti idealism kita. Saat idealisme kita tidak dapat kita pertahankan, ingat kembali poin pertama tadi, berani berserah. Berserah berarti kita mempercayai Allah sepenuhnya, kita benar-benar meyakini bahwa rancangan Allah melebihi rancangan kita, seperti tertulis dalam Yesaya 55:8-9, Sebab rancangan-Ku  bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu. Kita perlu berani menerima kenyataan bahwa idealisme kita terkadang mungkin tidak sesuai dengan rencana Tuhan atas kita dan merelakan idealisme Tuhan yang menggantikan idealisme kita. Dengan jalan ini kita tidak akan menyiksa diri untuk terus bertahan menjalankan pandangan idealisme kita yang salah di mata Tuhan.


Pada akhirnya, mari kita para generasi muda berani untuk bersikap idealis namun tetap berpadanan dengan Firman Tuhan dan berani untuk mengimplementasikannya dalam realita kehidupan kita sehari-hari. Agar idealisme kerajaan Allah pun dapat kita beritakan di tengah-tengah dunia yang skeptis ini. Dan tetap ingat bahwa yang dapat kita lakukan adalah menginspirasi dan mempengaruhi orang lain untuk setuju dengan pandangan idealisme kita, bukan memaksa mereka untuk mengikutinya. Perubahan dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu. Jika kita sudah melakukan yang terbaik namun mereka tetap menolak kita, jangan jadikan hal tersebut hambatan bagi kita untuk tetap mengembangkan diri, kita hanya bisa mengontrol diri kita sendiri dan orang lain pun memiliki kehendak bebasnya masing-masing untuk memilih pilihan mereka.

#2

Kini kumengerti arti berhenti
Berhenti saat menemukan hatiku dalam hatimu
Bukan lagi perhentian yang perih, yang menggelisahkan hati
Tapi perhentian yang hangat, sehangat rumah
Lengang lenganmu tempatku pulang..

-15 September 2016